Selasa, 23 Juni 2009

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TERKENDALA?

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TERKENDALA?
Oleh: Cut Meurah Erlina
KPUK DESA Lamseunong Makmur, Kecamatan, Aceh Besar.

Di zaman modern sekarang ini, perempuan bukan lagi kaum lemah. Perempuan bisa sejajar dengan kaum laki-laki. Maksudnya, perempuan kini juga bisa memainkan peranya sebagai pemimpin sebagaimana biasanya dilakoni oleh kaum laki-laki. Perempuan bisa berperan sebagai pemimpin keluarga, bisa sebagai kepala desa, kepala kantor dan lain-lain. Namun selama ini jumlah perempuan yang memimpin di keluarga, di kantor-kantor, perusahaan dan bahkan di sekolah, masih sangat sedikit. Idealnya, semakin banyak perempuan yang menduduki jabatan sebagai pemimpin, baik pemimpin formla, maupun pemimpin informal.

Sedikitnya perempuan yang menjadi pemimpin hingga saat ini sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya faktor budaya yang masih belum memberikan peluang kepada perempuan menjalankan peran kepemimpinannya. Masyarakat masih belum banyak mendukung potensi kepemimpinan perempuan. Kalau perempuan yang memimpin, selalu saya dirongrong dan dikritik dengan berbagai pandangan yang negatif. Sering kali lebel-lebel tertentu yang melemahkan perempuan dilontarkan kepada pemimpin perempuan. Di samping faktor tersebut di atas, faktor yang datang dari dalam diri perempuan juga ada. Misalnya masih rendahahnya kemampuan memimpin. Ini tentu saja berkait dengan persoalan diskriminasi yang dialami perempuan sejak berabad-abad. Ini dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan pengalaman perempan yang rendah dalam pendidikan ditambah dengan rendahnya atau sedikitnya pengalaman memimpin yang dimiliki perempuan.

Bila pengalaman memimpin perempuan cukup panjang dan lama, maka perempuan akan semakin matang dalam kepemimpinannya. Pengalaman itu pula akan memberikan pelajaran bearti bagi perempuan dalam memimpin. Karena tantangan dan tanggung jawab memimpin akan berbeda pada berbagai tingkat kepemimpinan itu. Di dalam keluarga misalnya, akan berbeda dengan memimpin di desa sebagi keucik. Begitu pula dengan memimpin di kantor.

Nah, kalau seorang perempuan menjadi pemimpin di kantor atau perusahaan selama ia memimpin yang dihadapi orang-orang yang berpendidikan dan tidak perlu diatur karena masing-masing bawahan sudah mengerti apa tugas-tugas mereka. Jadi tidakbegitu banyak kendala bagi si pemimpin perempuan, Cuma mengontrol kinerja anak buahnya apa bisa diterima atau tidak. Dan kalau kita menjadi pemimpin di kantor atau perusahaan cukup hanya dibekali dengan ilmu pengetahuan yang tinggi. Sedangkan kalau perempuan menjadi lurah yang dia hadapi bukan saja orang-orang pintar, tetapi orang bodoh, orang yang keras kepala, pokoknya beraneka ragam tingkah manusianya. Belum lagi kita hadapi nada-nada sumbang yang membuat kuping menjadi panas dan masih banyak lagi tuntutan moral lainnya. Apakah ini yang menyebabkan sedikit perempuan yang mencalonkan diri menjadi lurah? Semoga saja, tantangan-tantangan seperti ini bukan menjadi alasan bagi perempuan untuk menjadi pemimpin. Perempuan memang harus belajar lebih banyak. Karena dengan banyak belajar itu memberi makna bahwa perempuan berusaha memberdayakan dirinya lewat penguasaan ilmudan teknologi. Perempuan harus merubah cara berfikir yang sangat domestik menuju publik. Bisakah? Mari kita coba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar